34 AHLUS SUNNAH MENYURUH YANG MA’RUF DAN MENCEGAH YANG MUNKAR MENURUT KETENTUAN SYARI’AT
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حَفِظَهُ الله تَعَالَى
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حَفِظَهُ الله تَعَالَى
Definisi ma’ruf menurut penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, yaitu suatu nama yang mencakup apa-apa yang dicintai Allah dari iman dan amal shalih. Adapun munkar yaitu, suatu nama yang mencakup bagi setiap apa-apa yang tidak disukai Allah dan yang dilarang-Nya.[1] Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ
“Kalian adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar.” [Ali ‘Imran/3: 110]
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” [Ali ‘Imran/3: 104][2]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْماَنِ.
“Barangsiapa di antara kalian melihat kemunkaran, maka hendaklah ia merubah dengan tangannya, jika tidak mampu lakukanlah dengan lisannya, dan jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman.”[3]
Hukum amar ma’ruf nahi munkar adalah fardhu kifayah[4], dan pelakunya harus memenuhi ketentuan berikut ini:
Berilmu
Firman-Nya:
Firman-Nya:
قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: ‘Ini jalan (agama)-ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik.” [Yusuf/12: 108]
Lemah Lembut
Rasulullah Shalallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Rasulullah Shalallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ، وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ.
“Sesungguhnya adanya kelemahlembutan pada sesuatu, pasti akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut (kelemah-lembutan), melainkan akan mencemarkan sesuatu itu.”[5]
Sabar
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang munkar, dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu.” [Luqman/31: 17]
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيلًا
“Sabarlah kamu dari apa-apa yang mereka katakan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.” [Al-Muzammi/73: 10]
Ada Kemampuan dan Kekuasaan[6]Harus Ikhlas Semata-mata Karena Allah
Amar ma’ruf dan nahi munkar adalah amal yang wajib, paling utama, dan paling baik.[7]
Keutamaan amar ma’ruf dan nahi munkar sangat banyak, di antaranya:
1. Merupakan tugas para Nabi dan Rasul, صلوات الله وسلامه عليهم.
2. Kewajiban dalam Islam yang paling penting.
3. Keutamaan ummat ini di antara ummat-ummat yang lain dengan sebab amar ma’ruf nahi munkar[8].
4. Amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan sebab mendapatkan pertolongan Allah, kemuliaan dan kejayaan.[9]
5. Masyarakat akan menjadi baik dan mulia dengan adanya amar ma’ruf nahi munkar dan mereka akan binasa, rusak dan hina dengan sebab meninggalkan kewajiban ini.
6. Amar ma’ruf nahi munkar adalah tanda dari tanda-tanda keimanan dan merupakan hak Muslim atas saudaranya.[10]
7. Amar ma’ruf nahi munkar adalah shadaqah dan ganjarannya besar.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
1. Merupakan tugas para Nabi dan Rasul, صلوات الله وسلامه عليهم.
2. Kewajiban dalam Islam yang paling penting.
3. Keutamaan ummat ini di antara ummat-ummat yang lain dengan sebab amar ma’ruf nahi munkar[8].
4. Amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan sebab mendapatkan pertolongan Allah, kemuliaan dan kejayaan.[9]
5. Masyarakat akan menjadi baik dan mulia dengan adanya amar ma’ruf nahi munkar dan mereka akan binasa, rusak dan hina dengan sebab meninggalkan kewajiban ini.
6. Amar ma’ruf nahi munkar adalah tanda dari tanda-tanda keimanan dan merupakan hak Muslim atas saudaranya.[10]
7. Amar ma’ruf nahi munkar adalah shadaqah dan ganjarannya besar.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
…وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوْفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ…
“…Menyuruh yang ma’ruf adalah shadaqah, dan mencegah yang munkar adalah shadaqah…”[11]
Apabila amar ma’ruf nahi munkar tidak ditegakkan, maka do’a pun tidak dikabulkan.[12]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ، وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ، أَوْ لَيُوْشِكَنَّ اللهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ، ثُمَّ تَدْعُوْنَهُ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَكُمْ.
“Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaklah kalian bersunguh-sungguh menyuruh berbuat kebaikan dan mencegah kemunkaran, atau Allah akan menimpakan siksaan kepada kalian dari sisi-Nya, kemudian kalian berdo’a kepada-Nya tetapi Dia tidak mengabulkan do’a kalian.
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1] Lihat Iqtidhaa’ush Shiraatil Mustaqiim (hal. 106) ta’liq Dr. Nashir bin ‘Abdul Karim al-‘Aql, cet. VI/Daarul ‘Ashimah, th. 1419 H
_______
Footnote
[1] Lihat Iqtidhaa’ush Shiraatil Mustaqiim (hal. 106) ta’liq Dr. Nashir bin ‘Abdul Karim al-‘Aql, cet. VI/Daarul ‘Ashimah, th. 1419 H
[2] Lihat juga dalam al-Qur’an surat At-Taubah/9: 71 dan al- A‘raaf/7: 157
[3] HR. Muslim (no. 49 (78)), Ahmad (III/10), Abu Dawud (no. 1140, 4340), at-Tirmidzi (no. 2172), an-Nasa-i (VIII/111-112) dan Ibnu Majah (no. 4013), dari Sahabat Abu Sa’id al-Khudriy Radhiyalallahu anhu
[4] Majmuu’ Fataawaa (XXVIII/134) oleh Syaikhul Islam Ibnu TaimiyyaHR. Muslim (no. 2594 (78)), dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma
[5] Lihat adh-Dhawaabitul Amr bil Ma’ruf wan Nahyi ‘anil Munkar ‘inda Syaikhil Islaam Ibni Taimiyyah (hal. 35) oleh Syaikh ‘Ali bin Hasan al-Halabi, cet. I, th. 1414 H
[6] Lihat Majmuu’ Fataawaa (XXVIII/134) oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
[7] Lihat al-Qur’an surat Ali ‘Imran/3: 110
[8] Lihat al-Qur’an surat Al-Hajj/22: 40-41
[9] Lihat al-Qur’an surat At-Taubah/9: 71 dan 112
[10] HR. Muslim (no. 720 (84)), dari Sahabat Abu Dzarr Radhiyallahu anhu.
[11] Lihat al-Ma’aashi wa Atsaaruha ‘alal Fardi wal Mujtama’ (hal. 270-276) oleh Hamd bin Muhammad Hamd al-Muslih, Maktabah adh-Dhiya’, th. 1414 H.
[12] HR. At-Tirmidzi (no. 2169), dari Sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu anhu. Hadits ini memiliki dua syahid dari Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah, yang diriwayat-kan oleh Imam ath-Thabrani dalam Mu’jamul Aushath, hadits ini hasan sebagaimana yang dikatakan oleh Imam at-Tirmidzi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar