Daripada mendoakan tidak sesuai sunnah, lebih baik doa sesuai sunnah
Ketauhilah, doamu ketika mendoakan orang meninggal dengan kiriman surat al fatihah, tidak diketahui sunnah juga salafnya, tidak diketahui adakah hadits yang menerangkan atau perkataan sahabat tabi'in tabi'ut tabi'in 3 generasi yang menggunakannya.
Kami tidak mengatakan membaca Al fatihah ke orang mati itu sesat, tapi tidak kurang sesuai sunnah bahkan menyelisihi sunnah. Ulama Syafi'iyah saja khilaf, antara sampai tidaknya pahala bacaan Qur'an pada si mayit bahkan yang mu'tamad mb mengatakan tidak sampai, ini yang dipegang pembesar ulama mazhab Syafi'i.
Jika memang memaksa, maka hukumnya adalah boleh alias mubah.
Jika anda diberi 2 pilihan, hadiah yang jelas karena perbuatan anda karena ikut si artis idola uang sebanyak 100 milyar,
lalu pilihan 2, anda tidak mengikuti sang artis idola tidak ada hadiah alias zonk
manakah yang anda pilih?
Padahal anda diberi perintah agar mengikuti rosulullah shollallohu'alaihiwasallam
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٣١)
Katakanlah:”Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali ‘Imran: 31)
Ketauhilah, pahala mengikuti sunnah nabi shollallohu'alaihiwasallam itu tidak bisa dibandingkan dengan nilai uang duniawi 100 m, jauh lebih banyak dan bernilai pahala akhirat dari balasan duniawi.
Allah Ta’ala berfirman:
{مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لا يُبْخَسُونَ. أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan amal perbuatan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Merekalah orang-orang yang di akhirat (kelak) tidak akan memperoleh (balasan) kecuali neraka dan lenyaplah apa (amal kebaikan) yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka lakukan” (QS Huud: 15-16).
firman Allah Ta’ala dalam ayat lain12:
{مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا}
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa (balasan dunia) yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami inginkan, kemudian Kami jadikan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir” (QS al-Israa’: 18).
Dalil Ucapan Rahimahullah untuk yang telah meninggal
Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari: عَنْ خَارِجَةَ بْنِ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ أَنَّ أُمَّ الْعَلَاءِ امْرَأَةً مِنْ الْأَنْصَارِ بَايَعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّهُ اقْتُسِمَ الْمُهَاجِرُونَ قُرْعَةً فَطَارَ لَنَا عُثْمَانُ بْنُ مَظْعُونٍ فَأَنْزَلْنَاهُ فِي أَبْيَاتِنَا فَوَجِعَ وَجَعَهُ الَّذِي تُوُفِّيَ فِيهِ فَلَمَّا تُوُفِّيَ وَغُسِّلَ وَكُفِّنَ فِي أَثْوَابِهِ دَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَيْكَ أَبَا السَّائِبِ فَشَهَادَتِي عَلَيْكَ لَقَدْ أَكْرَمَكَ اللَّهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا يُدْرِيكِ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَكْرَمَهُ فَقُلْتُ بِأَبِي أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمَنْ يُكْرِمُهُ اللَّهُ فَقَالَ أَمَّا هُوَ فَقَدْ جَاءَهُ الْيَقِينُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَرْجُو لَهُ الْخَيْرَ وَاللَّهِ مَا أَدْرِي وَأَنَا رَسُولُ اللَّهِ مَا يُفْعَلُ بِي قَالَتْ فَوَاللَّهِ لَا أُزَكِّي أَحَدًا بَعْدُ أَبَدًا -رواه البخاري “Dari Kharijah bin Zaid bin Tsabit bahwa Ummul Ala’ –dia seorang wanita yang sudah pernah membai’at Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam – memberitahuku, bahwa kaum Muhajirin diundi (untuk menentukan siapa di kalangan Muhajirin yang ditempatkan di rumah dari kalangan Anshar). Maka Utsman bin Mazh’un terpilih buat kami, lalu kami tempatkan di rumah kami. Lalu dia sakit yang menyebabkan meninggalkan. Ketika sudah meninggal, dimandikan, dan telah dikafani dengan kain-kainnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk. Lalu aku mengatakan, “Rahmat Allah atasmu, wahai Abu Sa’ib (maksudnya Utsman bin Mazh’un). Aku bersaksi bahwa Allah sungguh Allah telah memuliakanmu.” Mendengar ucapanku ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Apa yang telah membuat engkau mengetahui bahwa Allah telah memuliakannya?” Aku mengatakan,”Demi bapakmu (ini bukan untuk bersumpah, Pent), lalu siapa yang dimuliakan Allah?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Karena dia sudah meninggal dunia. Maka, demi Allah. Saya sungguh mengharapkan kebaikan baginya. Dan demi, Allah. Saya tidak tahu –padahal saya adalah Rasulullah- apa yang akan Allah lakukan pada diri saya!” Kemudian Ummul ‘Ala mengatakan: “Demi, Allah. Setelah itu, seterusnya, (kepada seorang pun) saya tidak (lagi) memberi persaksian bahwa si fulan mendapatkan kebaikan setelah meninggalnya”. [HR Bukhari].
Ungkapan para salaf, seperti ucapan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika wafatnya ‘Umar bin Khathtab radhiyallahu ‘anhu,
رَحِمَ اللَّهُ عُمَرَ، وَاللَّهِ مَا حَدَّثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللَّهَ لَيُعَذِّبُ الْمُؤْمِنَ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ، وَلَكِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ اللَّهَ لَيَزِيدُ الْكَافِرَ عَذَابًا بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ
Semoga Allah memberikan rahmat kepada ‘Umar. Demi Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah akan mengadzab seorang mukmin yang meninggal dikarenakan tangisan keluarganya atasnya”. Namun beliau pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah akan menambahkan adzab kepada seorang kafir yang meninggal dikarenakan tangisan keluarganya atasnya”.
HR. Al-Bukhari no. 1288
Ketauhilah, doamu ketika mendoakan orang meninggal dengan kiriman surat al fatihah, tidak diketahui sunnah juga salafnya, tidak diketahui adakah hadits yang menerangkan atau perkataan sahabat tabi'in tabi'ut tabi'in 3 generasi yang menggunakannya.
Kami tidak mengatakan membaca Al fatihah ke orang mati itu sesat, tapi tidak kurang sesuai sunnah bahkan menyelisihi sunnah. Ulama Syafi'iyah saja khilaf, antara sampai tidaknya pahala bacaan Qur'an pada si mayit bahkan yang mu'tamad mb mengatakan tidak sampai, ini yang dipegang pembesar ulama mazhab Syafi'i.
Jika memang memaksa, maka hukumnya adalah boleh alias mubah.
Jika anda diberi 2 pilihan, hadiah yang jelas karena perbuatan anda karena ikut si artis idola uang sebanyak 100 milyar,
lalu pilihan 2, anda tidak mengikuti sang artis idola tidak ada hadiah alias zonk
manakah yang anda pilih?
Padahal anda diberi perintah agar mengikuti rosulullah shollallohu'alaihiwasallam
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٣١)
Katakanlah:”Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali ‘Imran: 31)
Ketauhilah, pahala mengikuti sunnah nabi shollallohu'alaihiwasallam itu tidak bisa dibandingkan dengan nilai uang duniawi 100 m, jauh lebih banyak dan bernilai pahala akhirat dari balasan duniawi.
Allah Ta’ala berfirman:
{مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لا يُبْخَسُونَ. أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan amal perbuatan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Merekalah orang-orang yang di akhirat (kelak) tidak akan memperoleh (balasan) kecuali neraka dan lenyaplah apa (amal kebaikan) yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka lakukan” (QS Huud: 15-16).
firman Allah Ta’ala dalam ayat lain12:
{مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا}
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa (balasan dunia) yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami inginkan, kemudian Kami jadikan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir” (QS al-Israa’: 18).
Dalil Ucapan Rahimahullah untuk yang telah meninggal
Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari: عَنْ خَارِجَةَ بْنِ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ أَنَّ أُمَّ الْعَلَاءِ امْرَأَةً مِنْ الْأَنْصَارِ بَايَعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّهُ اقْتُسِمَ الْمُهَاجِرُونَ قُرْعَةً فَطَارَ لَنَا عُثْمَانُ بْنُ مَظْعُونٍ فَأَنْزَلْنَاهُ فِي أَبْيَاتِنَا فَوَجِعَ وَجَعَهُ الَّذِي تُوُفِّيَ فِيهِ فَلَمَّا تُوُفِّيَ وَغُسِّلَ وَكُفِّنَ فِي أَثْوَابِهِ دَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَيْكَ أَبَا السَّائِبِ فَشَهَادَتِي عَلَيْكَ لَقَدْ أَكْرَمَكَ اللَّهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا يُدْرِيكِ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَكْرَمَهُ فَقُلْتُ بِأَبِي أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمَنْ يُكْرِمُهُ اللَّهُ فَقَالَ أَمَّا هُوَ فَقَدْ جَاءَهُ الْيَقِينُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَرْجُو لَهُ الْخَيْرَ وَاللَّهِ مَا أَدْرِي وَأَنَا رَسُولُ اللَّهِ مَا يُفْعَلُ بِي قَالَتْ فَوَاللَّهِ لَا أُزَكِّي أَحَدًا بَعْدُ أَبَدًا -رواه البخاري “Dari Kharijah bin Zaid bin Tsabit bahwa Ummul Ala’ –dia seorang wanita yang sudah pernah membai’at Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam – memberitahuku, bahwa kaum Muhajirin diundi (untuk menentukan siapa di kalangan Muhajirin yang ditempatkan di rumah dari kalangan Anshar). Maka Utsman bin Mazh’un terpilih buat kami, lalu kami tempatkan di rumah kami. Lalu dia sakit yang menyebabkan meninggalkan. Ketika sudah meninggal, dimandikan, dan telah dikafani dengan kain-kainnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk. Lalu aku mengatakan, “Rahmat Allah atasmu, wahai Abu Sa’ib (maksudnya Utsman bin Mazh’un). Aku bersaksi bahwa Allah sungguh Allah telah memuliakanmu.” Mendengar ucapanku ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Apa yang telah membuat engkau mengetahui bahwa Allah telah memuliakannya?” Aku mengatakan,”Demi bapakmu (ini bukan untuk bersumpah, Pent), lalu siapa yang dimuliakan Allah?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Karena dia sudah meninggal dunia. Maka, demi Allah. Saya sungguh mengharapkan kebaikan baginya. Dan demi, Allah. Saya tidak tahu –padahal saya adalah Rasulullah- apa yang akan Allah lakukan pada diri saya!” Kemudian Ummul ‘Ala mengatakan: “Demi, Allah. Setelah itu, seterusnya, (kepada seorang pun) saya tidak (lagi) memberi persaksian bahwa si fulan mendapatkan kebaikan setelah meninggalnya”. [HR Bukhari].
Ungkapan para salaf, seperti ucapan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika wafatnya ‘Umar bin Khathtab radhiyallahu ‘anhu,
رَحِمَ اللَّهُ عُمَرَ، وَاللَّهِ مَا حَدَّثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللَّهَ لَيُعَذِّبُ الْمُؤْمِنَ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ، وَلَكِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ اللَّهَ لَيَزِيدُ الْكَافِرَ عَذَابًا بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ
Semoga Allah memberikan rahmat kepada ‘Umar. Demi Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah akan mengadzab seorang mukmin yang meninggal dikarenakan tangisan keluarganya atasnya”. Namun beliau pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah akan menambahkan adzab kepada seorang kafir yang meninggal dikarenakan tangisan keluarganya atasnya”.
HR. Al-Bukhari no. 1288
Tidak ada komentar:
Posting Komentar