::: Rentetan penyimpangan dalam perkara aqidah
(Bantahan untuk fenomena milkul Yamin dan paham islam liberal secara umum)
1 meyakini al Quran bukan kalamullah, ia makhluk
2 Allah itu tidak berbicara, kalau meyakini Allah berbicara berarti menyamakan dengan makhluk
3 karena al Qur'an itu makhluk ia bisa salah, bisa berubah sesuai kontext zaman
4 karena meyakini Allah tidak berbicara dan tidak berbahasa, maka al Qur'an yang ada juga Hadits, itu hasil karangan dan pemikiran nabi Muhammad ﷺ
5 Karenanya hanya meyakini isi al Qur'an yang universal saja : persamaan, keadilan, toleransi, akhlak luhur, cinta kasih, dst jadi mengambil nilai sebagian dan dibuang sebagian, terutama perkara syariat tidak bisa dijadikan pegangan karna tidak sesuai kontext zaman. Metode ini dikatakan tafsir herneutika.
6 hasil dari metode tafsir bid'ah ini :
- zina halal
- Khomr halal
- homoseksual halal
- Menghapus hukum Waris
- menginjak al Qur'an
- ada kawasan bebas tuhan
- Jilbab tidak wajib yang penting sopan
- dan lain seterusnya, yang dimasa datang masih mungkin membuat perkara perkara baru nyeleneh lagi, menabrak nilai nilai islam dan tidak meyakini nilai universal versi mereka
Bantahan
1 Al Qur'an adalah kalamullah.
Firman Allah Ta’ala:
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّىٰ يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah (Al-Qur’an), kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui” (At-Taubah: 6).
Allah Ta’ala berfirman :
وَاتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ كِتَابِ رَبِّكَ ۖ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَلَنْ تَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَدًا
“Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab Tuhanmu (Al-Qur’an). Tidak ada (seorangpun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain dari pada-Nya” (Al-Kahfi : 27).
Imam Ahmad rahimahullah berhujjah membantah jahmiyyah dan mu’tazilah dengan ayat di atas (Al-A’raaf: 54),
قلت : قال الله : { ألا له الخلق والأمر } ففرق بين الخلق والأمر
“Saya berkata Allah berfirman: {أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ}, maka (dalam ayat ini) Dia membedakan antara makhluk dengan perintah-Nya”.(Siyar a'lam nubala')
Ibnu Abi Hatim rahimahullah mengatakan,
سألت أبي وأبا زرعة عن مذاهب أهل السنة في أصول الدين ، وما أدركا عليه العلماء في جميع الأمصار ، وما يعتقدان من ذلك ؟ فقالا : ” أدركنا العلماء في جميع الأمصار : حجازا ، وعراقا ، وشاما ، ويمنا ، فكان من مذهبهم : الإيمان قول وعمل يزيد وينقص ، والقرآن كلام الله غير مخلوق بجميع جهاته
شرح أصول اعتقاد أهل السنة والجماعة
“Aku bertanya kepada Bapakku dan Abu Zur’ah tentang madzhab Ahlus Sunnah dalam dasar-dasar Agama Islam dan apa yang mereka berdua ketahui tentang keyakinan para Ulama dari berbagai negeri serta apa yang mereka berdua yakini. Mereka berdua berkata,’Kami dapatkan para ulama dari berbagai negeri, baik Hjaz, Irak, Syam, Yaman, maka di antara madzhab mereka iman itu ucapan dan perbuatan, bertambah dan berkurang, serta Al-Qur’an adalah Kalamullah, bukan makhluk, ditinjau dari segala sisinya’”
Jadi Al Qur'an kalamullah adalah ijma ulama muslimin dari masa ke masa.
Mengatakan Al Qur'an adalah makhluk merupakan Bidah perkara aqidah yang bisa menyebabkan pelakunya kafir.
2 Meyakini sifat kalam Allah, Allah berbicara sesuai kehendaknya, dan menjadikan segala sesuatu terjadi jika dikehendaki. Sedang sifat kalam Allah berbeda dengan makhluk. Kita beriman dengan adanya sifat sifat allah tanpa menyerupakan (taysbih), menolak (ta'thil), merubah makna (tahrif), menggambarkan (takyif)
Allah Ta’ala berfirman,
وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا
“Dan Allah telah berbicara kepada Musa secara langsung.” (QS. An-Nisa’ [4] : 163-164)
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ
“Dan ketika Musa datang untuk (munajat dengan kami) pada waktu yang telah kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (secara langsung) kepadanya.” (QS. Al-A’raf [7]: 143)
Firman nya :
( ومن أصْدَق من الله حديثا ) النساء/87
“ Siapakah orang yang lebih benar perkataannya dari pada Allah “ An-Nisaa’ : 87. di ayat lain Allah berdirman ;
( ومن أصْدَق من الله قِيلاً ) النساء /122
“ Dan siapa yang lebih benar perkataannya dari pada Allah “ An-Nisaa : 122
Dari dua ayat ini menetapkan bahwa Allah berbicara, bahwa ucapannya jujur, benar dan tidak ada unsur kebohongan sedikitpun juga.
Abu Nashr As-Sijzi rahimahullah (wafat tahun 444 H) berkata,
وقالت العرب : الكلام: اسم وفعل وحرف جاء لمعنى فالاسم مثل: زيد، وعمرو، وحامد، والفعل مثل: جاء، وذهب، وقام، وقعد، والحرف الذي يجيء لمعنى مثل: هل، و بل، وما شاكل ذلك. فالإجماع منعقد بين العقلاء على كون الكلام حرفاً وصوتاً
“Orang Arab berkata, “Kalam terdiri dari isim, fi’il dan huruf yang memiliki makna tertentu. Contoh isim adalah Zaid, ‘Amr, dan Hamid. (Contoh) fi’il adalah: datang, pergi, berdiri, dan duduk. (Contoh) huruf yang memiliki makna adalah هل (apakah), بل (bahkan), dan sejenisnya.” Ijma’ (kesepakatan) telah berlaku di antara orang yang berakal bahwa kalam itu dengan huruf dan suara.” (Risaalah As-Sijzi ila Ahli Zabid fi Ar-Radd ‘ala Man Ankara Al-Harf wa Ash-Shawt, hal. 81)
Salah seorang ulama ahlus sunnah, Abul Qasim At-Taimi Al-Ashbahani rahimahullah berkata,
وقد أجمع أهل العربية أن ماعدا الحروف والأصوات ليس بكلام حقيقة
“Bangsa Arab bersepakat bahwa selain huruf dan suara bukanlah kalam (berbicara) secara hakiki.” (Al-Hujjahfii Bayaan Al-Mahajjah 1/399)
Nabi ﷺ menjelaskan bahwa Al-Qur’an (kalamullah) terdiri dari huruf-huruf. Nabi ﷺ bersabda,
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ، وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ، وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
“Siapa saja yang membaca satu huruf dari Al–Qur’an, maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan semisalnya. Dan aku tidak mengatakan الم itu satu huruf. Akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi no. 2910, hadits shahih)
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ
“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah dia supaya dia sempat mendengar firman Allah.” (QS. At-Taubah [9]: 6)
Ajaran menolak sifat allah sebagian dan menerima sebagian sesuai hawa nafsu merupakan salah satu sumber bencana kerusakan.
Allah berfirman tentang keadaan bank Israil yang ingkar sebagian wahyu.
Allah berfirman:
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتٰبِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ ۚ فَمَا جَزَآءُ مَنْ يَفْعَلُ ذٰلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْىٌ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۖ وَيَوْمَ الْقِيٰمَةِ يُرَدُّونَ إِلٰىٓ أَشَدِّ الْعَذَابِ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغٰفِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Apakah kamu beriman kepada sebagian Kitab (Taurat) dan ingkar kepada sebagian (yang lain)? Maka tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu selain kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang paling berat. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 85)
Dia juga berfirman:
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا ادْخُلُوْا فِي الْسِّلْمِ كَافَّةً وَ لَا تَتَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِيْنٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia merupakan musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah: 208)
3 Al Qur'an itu Wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi pasti benar.
Allah ta'ala berfirman:
ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ
"Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,"
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 2)
Allah ta'ala berfirman:
تَنْزِيلُ الْكِتٰبِ لَا رَيْبَ فِيهِ مِنْ رَّبِّ الْعٰلَمِينَ
"Turunnya Al-Qur'an itu tidak ada keraguan padanya, (yaitu) dari Tuhan seluruh alam."
(QS. As-Sajdah 32: Ayat 2)
4 Sunnah Nabi ﷺ termasuk wahyu, jika salah maka turun wahyu untuk koreksi. (sunnah sebagai keyakinan bukan sebagai hukum Fiqh seperti wajib, makruh, dll)
Allah ta'ala berfirman
وما ينطق عن الهوى إن هو إلا وحيٌ يوحى [النجم: 3-4]
Allah ta'ala berfirman: “Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An Najm: 3-4)
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: {ألا إنى أوتيت الكتاب ومثله معه}
Rasulullah ﷺ bersabda: “Ketahuilah sesungguhnya aku telah diberi (oleh Allah) al kitab (al Qur’an) dan semisalnya (as Sunnah) bersamanya.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan at Thabrani dari Al Miqdam bin Ma’dikarib).
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: {إنى قد تركت فيكم ما إن اعتصمتم به فلن تضلوا أبدا كتاب الله وسنة نبيه}
Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian, yang jika kalian berpegang teguh kepadanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya; Kitab Allah (al Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya (al Hadits).” (HR. Al Hakim).
5 Mengambil Metode pembelajaran islam yang tidak sesuai dengan dalil.
Allah berfirman dalam Al Qur’an:
فَإِنْ ءَامَنُوا بِمِثْل مَآءَامَنتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِن تَوَلَّوْ فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Maka jika mereka beriman kepada semisal apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [Al Baqarah:137].
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَآءَتْ مَصِيرًا
Dan barangsiapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali. [An Nisa’:115].
Mereka inilah yang direkomendasikan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam firman-Nya:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari (kalangan) orang-orang muhajirin dan anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allâh ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada-Nya, dan Allâh menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar [At Taubah/9:100].
Maka wajib mengikuti jalannya para sahabat dalam beragama agar tidak tersesat.
6 Mengangkat tokoh tokoh sesat, tidak menguasai ilmu, berbicara sesuai hawa nafsu sehingga berfatwa tanpa ilmu sebagai sumber kerusakan.
Rosululloh ﷺ bersabda :
إِنَّ مِنْ أَشْرِاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُلْتَمَسَ الْعِلْمُ عِنْدَ الْأَصَاغِرِ
“Sesungguhnya di antara tanda hari Kiamat adalah, ilmu diambil dari orang-orang kecil (yaitu ahli bid’ah)”
Imam Ibnul Mubarak rahimahullah ditanya : “Siapakah orang-orang kecil itu?”
Beliau menjawab : “Orang-orang yang berbicara dengan fikiran mereka. Adapun shaghir (anak kecil) yang meriwayatkan dari kabir (orang tua, Ahlus Sunnah), maka dia bukan shaghir (ahli bid’ah).
Dalam atsar, Muhammad bin Sirin rohimahullah berkata, “Sesungguhnya ilmu agama (yang kamu pelajari) adalah agamamu (yang akan membimbingmu meraih ketakwaan kapada Allâh), maka telitilah dari siapa kamu mengambil (ilmu) agamamu.”
Imam kota Madinah di jamannya, Imam Malik bin Anas rahimahullah, menjelaskan hal ini dengan lebih rinci dalam ucapan beliau, “Tidak boleh mengambil ilmu (agama) dari empat (type manusia) dan boleh mengambil ilmu dari selain mereka; Tidak boleh mengambil ilmu dari mubtadi’ (ahli bid’ah) yang mengajak (orang lain) kepada bid’ahnya; Tidak boleh mengambil ilmu dari orang dungu yang menampakkan kedunguannya terang-terangan; Tidak boleh mengambil ilmu dari orang yang selalu berdusta ketika berbicara dengan orang lain, meskipun dia jujur dalam (menyampaikan) hadits-hadits Rasûlullâh ﷺ ; Dan tidak boleh mengambil ilmu dari orang yang tidak mengetahui (ahli dalam) ilmu agama.”
Dalam konteks inilah adanya kajian sunnah dibedakan dengan kajian lainnya, untuk kehati hatian dalam mengambil ilmu agama karena beresiko fatal dunia dan akhirat. Juga bukan mengeluarkan seseorang dari ahlusunnah, juga untuk menjaga agama dan ummat islam secara umum.
Semoga bermanfaat
Medoho di pagi hari, 11 Muharom 1441
Tidak ada komentar:
Posting Komentar