Salafi itsbat seluruh sifat Allah, Asy'ariyah itsbat hanya 7 sifat, Selebihnya takwil ala mu'tazilah (ilmu kalam nasrani) bag 2
istaula tidak berasal dari bahasa Arab, mu'tazilah memakai takwil istaula dengan menolak istiwa. Istaula sendiri dikenalkan seorang nasrani bernama Al-Akhthal
Istaula berasal dari sebuah Syair yang berbunyi:
قَدِ اسْتَوى بِشْرٌ على العِرَاق من غَيرِ سَيْفٍ ودَمٍ مُهْراقٍ.
Artinya: “Bisyr telah menguasai Iraq tanpa pedang dan pertumpahan darah”
Namun siapakah pengarang Syair ini? Syair ini dinisbatkan kepada Al-Akhthal An-Nashrani. Imam Ibnu Katsir Asy-Syafi’I rahimahullah dalam Kitabnya Al-Bidayah wan Nihayah mengatakan bahwa Al-Akhthal ini adalah seorang Arab yang beragama Nasrani.
ﻓﻘﺎﻝ: ﺇﻧﻪ ﻣﺴﺘﻮ ﻋﻠﻰ ﻋﺮﺷﻪ ﻛﻤﺎ ﺃﺧﺒﺮ.
ibnu al a'robiy berkata : sesungguhnya allah adalah yg beristiwa di atas arsy Nya sebagaimana yg telah dikhabarkan.
ﻓﻘﺎﻝ اﻟﺮﺟﻞ: ﺇﻧﻤﺎ ﻣﻌﻨﻰ ﻗﻮﻟﻪ: {اﺳﺘﻮﻯ} [ اﻷﻋﺮاﻑ: 54] ﺃﻱ: اﺳﺘﻮﻟﻰ.
Si lelaki berkata : sesungguhnya makna firman allah : istawa maksudnya istaula (menguasai).
ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻪ اﺑﻦ اﻷﻋﺮاﺑﻲ: اسكت ما يدريك ما هذا؟؟ اﻟﻌﺮﺏ ﻻ ﺗﻘﻮﻝ اﺳﺘﻮﻟﻰ ﻋﻠﻰ اﻟﻌﺮﺵ ﻓﻼﻥ، ﺣﺘﻰ ﻳﻜﻮﻥ ﻟﻪ ﻓﻴﻪ ﻣﻀﺎﺩ، ﻓﺄﻳﻬﻤﺎ ﻏﻠﺐ ﻗﻴﻞ: ﻗﺪ اﺳﺘﻮﻟﻰ ﻋﻠﻴﻪ
Maka ibnu al a'robiy berkata pada lelaki tersebut : Diam kau, kau tidak mengerti perkara ini ? orang arab tidak akan berkata : si fulan menguasai arsy, sehingga ada lawan baginya, lalu salah satunya dikalahkan. lalu dikatakan : ia telah menguasai nya.
Takwil itu shahih jika menjelaskan makna yang sulit, bisa ayat dengan ayat, hadits, atau atsar
Seperti Ibnu Abbas rodhiyallohu anhuma didoakan nabi sebagai ahli takwil ayat sulit ini.
Namun Ibnu Abbas sendiri menetapkan semua sifat sifat Allâh (bukan hanya 7), meyakini maknanya hakiki bukan majas, dan ini ijma semuanya sahabat sampaikan ulama ahlul Hadits murid murid tabi'ut tabi'in.
الصحابي الجليل إبن عباس – رضي الله عنهما - حيث روى إنه دخل على عائشة رضي الله عنها وهي تموت فقال لها كنت أحب نساء رسول الله صلى الله عليه وسلم ولم يكن يحب إلا طيباً وأنزل براءتك من فوق سبع سماوات . أخرجه الدارمي في الرد على الجهمية بسند حسن .
Sahabat yang mulia Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma meriwayatkan, ketika beliau datang untuk melihat ‘Aisyah radiyallahu 'anha yang baru saja wafat. Ibnu Abbas berkata padanya,
“Engkau adalah wanita yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidaklah engkau dicintai melainkan kebaikan (yang ada padamu). Allah pun menurunkan perihal kesucianmu dari ATAS LANGIT yang tujuh
(Diriwayatkan oleh Ad Darimi dalam Ar-Rodd ala Al Jahmiyah, sanadnya hasan)
- 3وقال أيضا : في قوله تعالى ( ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ: لم يستطع أن يقول من فوقهم ؛ علم أن الله من فوقهم . رواه اللالكائي في شرح أصول السنة بسند حسن.
Beliau juga berkata tentang firman Allah:
"Kemudian pasti aku (iblis) akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 17),
Tafsirnya Iblis tidak mampu untuk mengatakan dari atas, karena iblis tahu bahwasanya Allah BERADA DIATAS mereka"
(Diriwayatkan Al Lalikai dalam Ushulus sunnah, dengan sanad hasan)
Ibnu Bathah (wafat 387H) mengatakan:
أجمع المسلمون من الصحابة والتابعين، وجميع أهل العلم من المؤمنين أن الله تبارك وتعالى على عرشه، فوق سماواته بائن من خلقه، وعلمه محيط بجميع خلقه، لا يأبى ذلك ولا ينكره إلا من انتحل مذاهب الحلولية
“Kaum Muslimin dari kalangan sahabat Nabi dan tabi’in serta para ulama kaum Mu’minin bersepakat bahwasanya Allah Tabaraka wa Ta’ala berada di atas Arsy, di atas langit-langit dan terbedakan dengan makhluknya. Adapun ilmu Allah meliputi seluruh makhluk. Tidak ada yang menolak dan mengingkari keyakinan ini kecuali orang-orang yang terpengaruh madzhab hululiyyah” (Al Ibanah Al Kubra, 7/136)
Abu ‘Umar Ibnu ‘Abdil-Barr mengatakan: “Ahlu Sunnah telah bersepakat untuk menetapkan SELURUH SIFAT Allah yang ada di dalam al Qur’an dan Sunnah, serta bersepakat untuk mengimaninya dan membawanya pada pengertian yang sebenarnya, TIDAK PADA PENGERTIAN MAJAS (kiasan/tidak sebenarnya). Namun Ahlu Sunnah tidak mentakyif (membayang-bayangkan bentuk sesungguhnya dari) sifat-sifat tersebut, dan tidak menetapkan batasan bagi sifat-sifat Allah dengan sifat yang terbatas”.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
وأخرج بن أبي حاتم في مناقب الشافعي عن يونس بن عبد الأعلى سمعت الشافعي يقول لله أسماء وصفات لا يسع أحدا ردها ومن خالف بعد ثبوت الحجة عليه فقد كفر واما قبل قيام الحجة فإنه يعذر بالجهل لأن علم ذلك لا يدرك بالعقل ولا الرؤية والفكر فنثبت هذه الصفات وننفي عنه التشبيه كما نفى عن نفسه فقال ليس كمثله شيء
“Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dalam ‘Manaqibusy Syafi’i’ dari Yunus bin Abdil A’la, ia berkata: “Aku mendengar asy-Syafi’i berkata: “Allah mempunyai nama-nama dan sifat-sifat yang mana TIDAK BOLEH seorang pun MENOLAKNYA. Barangsiapa menyelisihi setelah datangnya hujah atasnya, maka ia kafir. Adapun jika sebelum tegaknya hujah, maka ia diberikan udzur atas kebodohannya, karena ilmu tentang hal tersebut tidak bisa diperoleh dengan akal, observasi ataupun penalaran. Maka kita menetapkan sifat-sifat Allah ini dan menolak tamtsil (penyerupaan dengan makhluk) terhadap sifat-sifat itu, sebagaimana Allah menolak keserupaan diri-Nya dengan makhluk. Maka Allah berfirman: “Tidak ada sesuatu pun yang menyerupai Allah.” (Fathul Bari bi Syarh Shahihil Bukhari: 13/407).
Disebutkan pula di dalam kitab ‘Aqidatusy Syafi’i’ –karya al-Allamah asy-Syarif Muhammad bin Rasul al-Barzanji al-Husaini asy-Syafi’i (wafat tahun 1103 H) rahimahullah- tentang ucapan al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah:
وأؤمن بجميع ما جاءت به الأنبياء صلوات الله عليهم أجمعين ومن ذلك: أن لله أسماء وصفات جاء بها كتابه وأخبر بها نبيه – صلى الله عليه وسلم –وأن له تعالى وجهاً بقوله ” كل شيء هالك إلا وجهه ” …. وأنه يضحك من عبده المؤمن بقول النبي – صلى الله عليه وسلم – للذي قتل في سبيل الله ” إنه لقي الله وهو يضحك إليه ” وأن له يدين بقوله ” بل يداه مبسوطتان ” وأن له يميناً بقوله ” والسموات مطويات بيمينه “…. وأن له قدماً بقول النبي – صلى الله عليه وسلم -: ” حتى يضع الرب فيها قدمه ” يعني جهنم ..الخ
“Dan aku beriman dengan segala perkara yang dibawa oleh para nabi -semoga shalawat Allah tercurah atas mereka semua-. Di antaranya: bahwa Allah mempunyai nama-nama dan sifat-sifat yang terdapat dalam kitab-Nya dan yang diterangkan oleh Nabi-Nya shallallahu alaihi wasallam, dan bahwa Allah ta’ala MEMPUNYAI WAJAH sebagaimana firman-Nya: “Segala sesuatu akan musnah kecuali Wajah-Nya” (QS. Al-Qashash: 88)…. Dan bahwasanya Allah AKAN TERTAWA kepada hamba-Nya yang beriman sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang orang yang terbunuh di jalan Allah: “Sesungguhnya ia akan bertemu dengan Allah dan Allah tertawa kepadanya” (HR. Al-Bukhari: 2614, Muslim: 3504, an-Nasai: 3115), dan bahwa Allah itu mempunyai kedua tangan sebagaimana firman-Nya: “Bahkan KEDUA TANGAN-NYA terbentang” (QS. Al-Maidah: 64), dan bahwa Allah mempunyai TANGAN KANAN sebagaimana firman-Nya: “Dan langit akan dilipat dengan tangan kanan-Nya” (QS. Az-Zumar: 67)…. Dan bahwa Allah itu mempunyai TELAPAK KAKI sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam: “Sehingga Rabb (Allah) meletakkan telapak kaki-Nya atasnya” yakni atas Jahannam (HR. Al-Bukhari: 4471, Muslim: 5082, Ahmad: 10676)…dst.” (Aqidatusy-Syafi’i: 89-90).
*****
Asy'ariyah tidak menempuh jalan salaf (sahabat, Tabi'in, tabi'ut tabi'in), malah menempuh jalan mu'tazilah (yang disesatkan ulama bahkan dikafirkan)
bahkan ikut jalan nasrani, dengan takwil syairnya, naudzu billah
Islam ditinggalkan nabi shollallohu'alaihiwasallam malam seperti siang, islam masih suci murni, belum tercampur paham apapun, Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَالِكٌ
“Aku tinggalkan kalian dalam suatu keadaan terang-benderang, siangnya seperti malamnya. Tidak ada yang berpaling dari keadaan tersebut kecuali ia pasti celaka.” (HR. Ahmad)
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no. 2669).
Andai Metode takwil jika benar, tentu nabi sampaikan, sebab nabi diberi wahyu yang tahu kejadian masa lalu atau masa depan, pesan nabi malah ikuti sunnahku dan 3 generasi setelah ku.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika haji wada,
وَأَنْتُمْ تُسْأَلُونَ عَنِّى فَمَا أَنْتُمْ قَائِلُونَ؟ قَالُوا نَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَلَّغْتَ وَأَدَّيْتَ وَنَصَحْتَ. فَقَالَ بِإِصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ يَرْفَعُهَا إِلَى السَّمَاءِ وَيَنْكُتُهَا إِلَى النَّاسِ « اللَّهُمَّ اشْهَدِ اللَّهُمَّ اشْهَدْ ». ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
Kalian akan ditanya tentangku, apakah yang akan kalian katakan? Jawab parahabat: kami bersaksi bahwa sesungguhnya engkau talah menyampaikan (risalah), telah menunaikan (amanah) dan telah menasehati. Maka ia berkata dengan mengangkat jari telunjuk kearah langit, lalu ia balikkan ke manusia: Ya Allah saksikanlah, Ya Allah saksikanlah, sebanyak 3x” (HR. Muslim).
Setelah beliau berkhotbah, Allah Ta’ala menurunkan ayat:
اليَومَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا
“…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu…” (QS. Al-Maidah: 3).
Maksudnya metode takwil diajarkan nabi, padahal ia perkara besar dalam memahami sifat Allâh, tentu jika benar, nabi akan sampaikan. Namun sampai beliau wafat, tidak ada satupun ajaran takwil ayat sifat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar