Sifat sifat Allâh adalah hakikat bukan majas (kiasan)
Keyakinan yang benar dibangun di atas ketetapan Al-Quran dan Sunah berdasarkan pemahaman salafushaleh dari kalangan para shahabat, tabiin dan para imam terpercaya. Mereka semua sepakat bahwa sifat milik Allah yang tertera dalam Kitab dan Sunah ditetapkan tanpa takyif (dirinci bagaimananya) tanpa tamtsil (diserupakan dengan makhluk), tanpa ta'thil (digugurkan/tidak diakui) dan tanpa ta'wil (dicarikan makna lainnya di luar makna bahasanya). Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara sifat dzat, sifat maknawiyah, sifat khabar dan logika. Maka, seluruh berita yang shahih tentang-Nya, wajib ditetapkan milik Allah Ta'ala.
Al-Quran dan Sunah diturunkan untuk mengenalkan kepada para hamba tentang sifat-sifat dzat yang mereka sembah. Hal ini tidak dapat terwujud kecuali memahami perkataan berdasarkan hakikatnya, sebagaimana halnya tersebut merupakan landasan dalam pembicaraan. Al-Quranul Adzim telah disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan lafaz dan maknanya. Tidak ada satu huruf pun yang dikutip dari beliau bawah ada sifat-sifat yang selayaknya atau seharusnya ditakwil, atau bahwa yang dimaksud bukanlah zahirnya, atau bahwa sifat tersebut boleh diserupakan dengan makhluk, atau ungkapan semacam itu yang sering dilontarkan oleh pendukung ta'thil dan ta'wil. Ini merupakan sikap yang mencederai Al-Quran, juga mencederai Rasulullah yang diperintahkan untuk menyampaikan dan menjelaskannya. Karena, jika apa yang mereka sebutkan benar-benar ada, niscaya beliau wajib menjelaskannya dan tidak boleh menyembunyikannya. Bagaimana hal itu dapat terjadi, padahal terdapat sejumlah hadits shahih yang disepakati keshahihannya yang menetapkan sifat-sifat tersebut, ditambah lagi dengan sifat-sifat yang lain, seperti 'turun' 'kaki', 'tertawa', 'gembira', tanpa disertai satu kalimat pun yang mengalihkan makna kalimat tersebut dari makna zahirnya dan tanpa ada seorang shahabat pun yang merasa aneh dari maknanya yang zahir dan logis. Seandainya zahir kalimat tersebut mengandung makna cacat atau menyerupai (Allah dengan makhluk), dan hal itu tidak mungkin terjadi pada Al-Quran dan Sunah, niscaya beliau (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam) sudah memperingatkannya, dan niscaya para shahabat sudah merasa aneh dengannya, sementara mereka dikenal orang yang sangat kuat berpegang pada kebaikan dan sangat menggemari serta komitmen padanya.
Ketika berbagai bid'ah bermuncuan, lalu ada yang mengatakan, "Sesungguhnya sifat-sifat tersebut bukan hakikat, akan tetapi majaz (kiasan), sebagaimana ucapan Jahmiah, Mu'tazilah dan siapa yang setuju dengan mereka, maka para tokoh ulama salaf menjelaskan bahwa sifat-sifat Allah adalah hakikat, bukan majaz. Pandangan mereka seperti itu sangat banyak dan masyhur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar