Minggu, 08 Januari 2023

Benarkah Ibnu taimiyah seakan membolehkan tahlilan seperti kata Abdus Shomad ???

 

Benarkah Ibnu taimiyah seakan membolehkan tahlilan seperti kata Abdus Shomad ???

Abdul shomad hadahullah berkata : kirim ke mayit pahala sampai kata Ibnu taimiyah
https://youtube.com/shorts/UWhdauCMdIg?feature=share

Juga Berkata : saya pilih pendapat Ibnu taimiyah karena anak anak sekarang pengikutnya mereka malah melarang tahlilan
https://youtube.com/shorts/qwQwRJVwFXc?feature=share

Sebenarnya apa kata Ibnu taimiyah, mari kita lihat secara lengkap, dalam beberapa fatwa beliau sehingga saling melengkapi.

قال –رحمه الله- في فتوى له: وتنازعوا في وصول الأعمال البدنية: كالصوم والصلاة وقراءة القرآن، والصواب أن الجميع يصل إليه، أي يصل ثوابها إلى الميت”
(مجموع فتاوى شيخ الإسلام ابن تيمية ج24 ص315، ص366)
Beliau berkata - semoga Allah merahmatinya - dalam fatwanya: Dan para ulama mereka berselisih tentang sampainya Pahala ibadah badan : seperti puasa, shalat, dan membaca Al-Qur'an, dan beliau berpendapat yang benar adalah bahwa sampainya Pahala bacaan pada orang mati.
(Majmu Fatwa Syekhul-Islam Ibnu Taymiyyah, vol. 24, hal. 315, hal. 366)

شيخ الإسلام ابن تيمية: “وأما الاستئجار لنفس القراءة –أي قراءة القرآن – والإهداء، فلا يصح ذلك، لأنه لا يجوز إيقاعها إلا على وجه التقرب إلى الله تعالى، وإذا فعلت بعروض لم يكن فيها أجر بالاتفاق، لأن الله تعالى إنما يقبل من العمل ما أريد به وجهه لا ما فعل لأجل عروض الدنيا.
Syekhul-Islam Ibnu Taimiyyah juga berkata : “Adapun menyewa bacaan orang – yaitu membaca Al-Qur'an – dan menghadiahkan nya, maka itu tidak sah, karena tidak diperbolehkan menyuarakan kecuali sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala dan jika dilakukan dengan penawaran materi (ada imbalannya) sesuai kesepakatan para ulama, karena Allah hanya menerima menerima apa) amalan ibadah yang hanya untuk ingin melihat wajahNya (secara ikhlas) Saya ingin wajahnya, bukan amalan yang  dilakukan untuk penawaran duniawi.

ثم قال – رحمه الله تعالى-: وأما إذا كان لا يقرأ القرآن إلا لأجل العروض – أي الأعواض المادية – فلا ثواب له على ذلك، وإذا لم يكن في ذلك ثواب فلا يصل إلى الميت شيء؛ لأنه إنما يصل إلى الميت ثواب العمل لا نفس العمل..أهـ
Kemudian juga berkata - semoga Allah ta’ala mengasihani beliau -: Adapun jika dia tidak membaca Al-Qur'an kecuali untuk al a'waadz- yaitu kompensasi materi - maka dia tidak mendapat pahala untuk itu, dan jika tidak ada pahala untuk itu, maka tidak ada yang sampai kepada orang mati;  Karena pahala yang sampai itu ke mayit bukan amalan dia sendiri..selesai

قال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله تعالى: وقد صح عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه أمر بالصدقة على الميت، وأمر أن يصام عنه الصوم، فالصدقة عن الموتى من الأعمال الصالحة، وكذلك ما جاءت به السنة في الصوم عنهم،
Syeikhul-Islam Ibn Taymiyyah, semoga Allah Yang Maha Kuasa mengasihani dia juga berkata: Telah sah dari Nabi, sholalallahualaihiwasallam, bahwa dia memerintahkan sedekah atas nama orang meninggal, dan juga dia memerintahkan agar puasa dilaksanakan atas namanya.
وبهذا وغيره احتج من قال من العلماء: إنه يجوز إهداء ثواب العبادات المالية والبدنية إلى موتى المسلمين، كما هو مذهب أحمد وأبي حنيفة، وطائفة من أصحاب مالك والشافعي، فإذا أهدي لميت ثواب صيام أو صلاة أو قراءة جاز ذلك، وأكثر أصحاب مالك والشافعي يقولون: إنما شرع ذلك في العبادات المالية،
Dengan ini dan lainnya, para ulama berpendapat bahwa dibolehkan untuk memberikan pahala ibadah harta dan badan kepada Muslim yang meninggal, seperti Mazhab Ahmad, Abu Hanifah, Jika pahala diberikan ke si meninggal maka itu dibolehkan.
Dan sebagian besar sahabat Malik dan Syafi'i mengatakan: Ini hanya disyariatkan dalam ibadah terkait harta saja.

ومع هذا لم يكن من عادة السلف إذا صلوا تطوعاً وصاموا وحجوا أو قرأوا القرآن، يهدون ثواب ذلك لموتاهم المسلمين، ولا بخصوصهم، بل كان عادتهم كما تقدم ـ أي فعل العبادة لأنفسهم مع الدعاء والصدقة للميت ـ فلا ينبغي للناس أن يبدلوا طريق السلف، فإنه أفضل وأكمل. انتهى.
Ini juga bukanlah kebiasaan para pendahulu, jika mereka salat sunnah, berpuasa, menunaikan haji, atau membaca Al-Qur’an, untuk mempersembahkan pahala untuk Muslim yang meninggal, mereka juga tidak mengkhususkan ibadah tersebut (baik waktu, tempat, cara, atau bacaan tertentu)
akan tetapi hanya dahulu pernah terjadi,  yaitu amal ibadah untuk mereka sendiri dengan doa dan sedekah untuk orang mati, maka sebaiknya manusia tidak boleh mengubah jalan/metode para salaf, karena itu lebih baik dan lebih lengkap. selesai.

Kesimpulan yang dapat diambil :
1 Anggapan Ibnu Taimiyah seakan membolehkan tahlilan seperti kata Abdus shomad maka tidak benar.

2 Ibnu Taimiyah memang membolehkan pahala bacaan qur'an ke mayat dengan syarat :
- tidak mengkhususkan (baik cara, bacaan, waktu tertentu)
- hanya sesekali saja
- dilakukan sendiri sendiri (bukan berjamaah)
- ini bukan kebiasaan salaf
- supaya meniru salaf karena lebih sempurna dan lebih lengkap sesuai tuntunan sunnah.

3 Nampak disini kurang teliti penilaian ustadz abdus shomad hadahullah, dan terburu buru mencela saudaranya yang tidak mengamalkan tahlilan dalam tuduhan di video tersebut.

4 Semangatnya dalam memojokkan wahabi dalam dakwahnya, padahal wahabi dalam kasus jelas lebih benar sesuai fatwa Ibnu taimiyah, jika mengamalkan menabrak syarat syarat dalam fatwa diatas, karena amaliah tahlilan itu kumpulan amalan yang didalamnya
- mengkhususkan baik cara, bacaan, waktu tertentu, misal waktu 40, 100, 1000 bacaan mengkhususkan surat tertentu saja tanpa dalil dari nabi, juga cara tertentu dengan berjamaah dipimpin seorang dan diikuti orang banyak, tampaknya sunnah dari nabi.
- dilakukan terus menerus dalam masyarakat yang terkena musibah seakan keharusan atau kewajiban jika tidak seakan aib masyarakat, bahkan dilakukan dengan mencuri.
- dilakukan berjamaah, padahal salaf dulu sendiri sendiri
- menjadikan kebiasaan sehingga melahirkan suatu ibadah baru nikah tidak dilakukan seakan berdosa atau aib dalam masyarakat.
- amaliah ini justru memunculkan ibadah baru, jauh dari fatwa diatas supaya meniru metode salaf dahulu