Rabu, 25 Desember 2013

Bantahan tahniah perayaan hari raya kafirin

Meluruskan tulisan ustadz salim a fillah, yang berkata :
23. Tinggal kini, dalam hasrat hati tuk membalas
penghormatan yang kalian berikan di 'Idul Fitri & Adhha, kami kan simak para 'ulama.  24. Sungguh, agama ini memerintahkan untuk membalas
tiap pemuliaan dengan penghargaan yang lebih baik,
minimal senilainya. (QS 4: 86)
25. Yang disepakati para 'ulama atas keharamannya
adalah keterlibatan dalam segala yang bernilai ritual & ibadah. Pun jua Fatwa MUI.
26. Jika keterlibatan dalam kegiatan Natal nan bersifat ibadah & ritual disepakati haramnya, para 'ulama ikhtilaf pada soal ucapan selamat.
27. Yang membolehi selamat Natal al Dr. Musthafa Az Zarqa, Dr. Yusuf Al Qaradlawy; menyebut tahniah tak terkait dengan ridha atas 'aqidah.
28. Tahniah Natal, kata keduanya; bisa menjadi da'wah sebagaimana Ibrahim bicara tentang tertuhannya bintang, bulan, mentari. (QS 6: 77-83)
29. Oh iya, QS 6: 77-83 TIDAK berkisah tentang 'Ibrahim Mencari Tuhan', tapi 'Ibrahim Berda'wah', demikian ditegaskan Al Qurthuby.
30. Maka tahni-ah Natal yang diikuti komunikasi intensif sebagaimana dilakukan Ibrahim pada penyembah bintang, bulan, mentari adalah indah.
31. Dr. Abdussattar memberi catatan kemubahan tahni-ah Natal ini dengan kehati-hatian memilih diksi. Doa menuju hidayah lebih dianjurkan.
*****
Bantahan atas syubhat ini

Islam adalah agama tauhid, yang tidak ada toleransi akan pengakuan adanya tuhan lain selain allah, yang maha suci dari sifat menyerupai makhluk nya, tidak diperanak dan tidak diperanakkan. Allah taala berfirman :
ﻗُﻞْ ﻫُﻮَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺃَﺣَﺪٌ، ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺍﻟﺼَّﻤَﺪُ، ﻟَﻢْ ﻳَﻠِﺪْ ﻭَﻟَﻢْ ﻳُﻮﻟَﺪْ، ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦ ﻟَّﻪُ ﻛُﻔُﻮًﺍ ﺃَﺣَﺪٌ
Katakanlah, “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-
Nya segala sesuatu. Dia tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan; tidak pula ada seorang
pun yang setara dengan-Nya.” (QS al-Ikhlas [112]: 1-4).

Mengenai pengertian ayat ini secara keseluruhan, Ibnu Katsir memaparkan, “Dialah al-
Wâhid al-Ahad; tidak ada yang setara dan pembantu; tidak ada sekutu, yang serupa dan
sepadan dengan-Nya. Ungkapan ini tidak diucapkan kepada siapa pun kecuali Allah Azza
wa Jalla. Sebab, Dia Mahasempurna dalam semua sifat dan perbuatan-Nya.” (Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, VIII/527-528)

Allah berfirman  :
ﻭَﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﺍﺗَّﺨَﺬَ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦُ ﻭَﻟَﺪًﺍ )٨٨( ﻟَﻘَﺪْ ﺟِﺌْﺘُﻢْ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﺇِﺩًّﺍ )٨٩( ﺗَﻜَﺎﺩُ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕُ ﻳَﺘَﻔَﻄَّﺮْﻥَ ﻣِﻨْﻪُ ﻭَﺗَﻨْﺸَﻖُّ ﺍﻷﺭْﺽُ ﻭَﺗَﺨِﺮُّ ﺍﻟْﺠِﺒَﺎﻝُ ﻫَﺪًّﺍ )٩٠ ( ﺃَﻥْ ﺩَﻋَﻮْﺍ ﻟِﻠﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﻭَﻟَﺪًﺍ ) ٩١( ﻭَﻣَﺎ ﻳَﻨْﺒَﻐِﻲ ﻟِﻠﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺃَﻥْ ﻳَﺘَّﺨِﺬَ ﻭَﻟَﺪًﺍ ) ٩٢ )
Dan mereka berkata: "Tuhan yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak". Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar. Hampir-hampir langit pecah karena Ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka menda'wakan Allah yang Maha Pemurah mempunyai anak, dan tidak layak bagi Tuhan yang Maha
Pemurah mengambil (mempunyai) anak. (QS Maryam : 88-92).

Dalam hadits qudsi Allah berfirman:
ﻛﺬَّﺑَﻨﻲ ﺍﺑﻦُ ﺁﺩَﻡَ ﻭَﻟَﻢْ ﻳﻜُﻦْ ﻟَﻪُ ﺫﺍﻟِﻚَ، ﻭﺷَﺘَﻤَﻨﻲ ﻭﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﻟَﻪُ ﺫﺍﻟِﻚَ، ﻓﺄﻣَّﺎ ﺗَﻜﺬِﻳﺒُﻪُ ﺇﻳَّﺎﻱَ ﻓَﺰَﻋَﻢَ ﺃَﻧِّﻲ ﻻَ ﺃَﻗْﺪِﺭُ ﺃَﻥْ ﺃُﻋِﻴْﺪَﻩُ ﻛَﻤَﺎ ﻛَﺎﻥَ، ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﺷَﺘْﻤُﻪُ ﺇِﻳَّﺎﻱَ ﻓَﻘَﻮْﻟُﻪُ ﻟِﻲ ﻭَﻟَﺪٌ، ﻓَﺴُﺒْﺤَﺎﻧِﻲ ﺃَﻥْ ﺃَﺗَّﺨِﺬَ ﺻَﺎﺣِﺒَﺔً ﺃَﻭْ ﻭَﻟَﺪًﺍ
"Anak Adam telah mendustakan Aku dan dia tidak boleh demikian, ia telah mencelaku dan ia tidak boleh demikian. Adapun pendustaannya terhadapKu maka ia menyangka bahwa Aku tidak mampu untuk mengembalikannya (membangkitkannya) sebagaimana semula, dan adapun celaannya kepada-Ku adalah perkataanya bahwa Aku punya anak. Maka maha suci
Aku untuk memiliki istri maupun anak" (HR Al-Bukhari no 4482)

Para salafussholih yang kita diperintahkan untuk mengikuti jejaknya, tidak ada khilaf muktabar, yaitu khilaf yang diakui, masalah yang didalamnya ada perbedaan pendapat diantara mereka, dalam kenyataannya memang tidak ada perselisihan akan ucapan selamat pada perayaan hari raya orang kafir.

Bahkan nabi menyelisihi mereka, tatkala pada muharram kaum yahudi dan nasrani merayakan hari rayanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam punya keinginan berpuasa pada hari kesembilan (tasu’ah) sebagaimana disebutkan dalam riwayat berikut.

Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,
ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻧَّﻪُ ﻳَﻮْﻡٌ ﺗُﻌَﻈِّﻤُﻪُ ﺍﻟْﻴَﻬُﻮﺩُ ﻭَﺍﻟﻨَّﺼَﺎﺭَﻯ .
“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau mengatakan,
ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟْﻌَﺎﻡُ ﺍﻟْﻤُﻘْﺒِﻞُ – ﺇِﻥْ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪُ – ﺻُﻤْﻨَﺎ ﺍﻟْﻴَﻮْﻡَ ﺍﻟﺘَّﺎﺳِﻊَ
“Apabila tiba tahun depan – insya Allah (jika Allah menghendaki) -kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan,
ﻓَﻠَﻢْ ﻳَﺄْﺕِ ﺍﻟْﻌَﺎﻡُ ﺍﻟْﻤُﻘْﺒِﻞُ ﺣَﺘَّﻰ ﺗُﻮُﻓِّﻰَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ.-
“Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.” (HR. Muslim no. 1134).

Apa hikmah Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menambah puasa pada hari kesembilan? An Nawawi rahimahullah menjelaskan, Sebagian ulama mengatakan bahwa sebab Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bepuasa pada hari kesepuluh sekaligus kesembilan agar tidak tasyabbuh (menyerupai) orang Yahudi yang hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja. Dalam hadits Ibnu Abbas juga terdapat isyarat mengenai hal ini. Ada juga yang mengatakan bahwa hal ini untuk kehati-hatian, siapa tahu salah dalam penentuan hari ’Asyura’ (tanggal 10 Muharram). Pendapat
yang menyatakan bahwa Nabi menambah hari kesembilan agar tidak menyerupai puasa Yahudi adalah pendapat yang lebih kuat. (Syarh Shahih Muslim, 8: 15.)

Para sahabat generasi awal sampai mati matian untuk menolak menghormati tuhan tuhan kafir quraish, dikisahkan sahabat bilal radhiallahu anhu disiksa tapi tetap berdzikir ahad, ahad, menunjukkan beliau ingin menghormati dan hanya menyembah satu tuhan.

Sebagian sahabat hijrah ke negeri habasyah, yang mayoritas masyarakatnya nasrani. Ketika kondisi mencari perlindungan inipun, tidak ada riwayat, mereka sampai mengucapkan tahniah.
Padahal kaum muslimin dalam kondisi lemah dari segi kekuatan, masyarakat nasrani habasyah dengan rajanya, najasyi, tidak memerangi kaum muslimin, namun toh demikian tidak ada ucapan selamat ini, karena mereka para sahabat memahami arti tauhid, bahwa hanya ada satu tuhan, dan ucapan selamat tahniah berarti pengakuan adanya tuhan lain.

Klaim yusuf qordhowi yang membolehkan ucapan tahniah pada mereka yang tidak memerangi kaum muslimin, terjawab dengan contoh sahabat yang tidak mengucapkan tahniah ini ketika mereka di habasyah.

Dari generasi sahabat, tabiin, tabiit tabiin tidak didapati ucapan tahniah ini. Ini juga disepakati ulama dari berbagai mazhab. mereka ijma akan haram nya perbuatan ini.

Ibnu Hajar Al-Haitami rahimahullah berkata :
ﺛُﻢَّ ﺭَﺃَﻳْﺖ ﺑَﻌْﺾَ ﺃَﺋِﻤَّﺘِﻨَﺎ ﺍﻟْﻤُﺘَﺄَﺧِّﺮِﻳﻦَ ﺫَﻛَﺮَ ﻣﺎ ﻳُﻮَﺍﻓِﻖُ ﻣﺎ ﺫَﻛَﺮْﺗُﻪُ ﻓﻘﺎﻝ ﻭَﻣِﻦْﺃَﻗْﺒَﺢِ ﺍﻟْﺒِﺪَﻉِ ﻣُﻮَﺍﻓَﻘَﺔُ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴﻦَ ﺍﻟﻨَّﺼَﺎﺭَﻯ ﻓﻲ ﺃَﻋْﻴَﺎﺩِﻫِﻢْ ﺑِﺎﻟﺘَّﺸَﺒُّﻪِ ﺑِﺄَﻛْﻠِﻬِﻢْ ﻭَﺍﻟْﻬَﺪِﻳَّﺔِ ﻟﻬﻢ ﻭَﻗَﺒُﻮﻝِ ﻫَﺪِﻳَّﺘِﻬِﻢْ ﻓﻴﻪ ﻭَﺃَﻛْﺜَﺮُ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺍﻋْﺘِﻨَﺎﺀً ﺑِﺬَﻟِﻚَ ﺍﻟْﻤِﺼْﺮِﻳُّﻮﻥَ ﻭﻗﺪ ﻗﺎﻝ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻣﻦ ﺗَﺸَﺒَّﻪَ ﺑِﻘَﻮْﻡٍ ﻓَﻬُﻮَ ﻣﻨﻬﻢ ﺑَﻞْ ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﺍﻟْﺤَﺎﺝِّ ﻟَﺎ ﻳَﺤِﻞُّ ﻟِﻤُﺴْﻠِﻢٍ ﺃَﻥْ ﻳَﺒِﻴﻊَ ﻧَﺼْﺮَﺍﻧِﻴًّﺎ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ ﻣَﺼْﻠَﺤَﺔِ
ﻋِﻴﺪِﻩِ ﻟَﺎ ﻟَﺤْﻤًﺎ ﻭَﻟَﺎ ﺃُﺩْﻣًﺎ ﻭَﻟَﺎ ﺛَﻮْﺑًﺎ، ﻭَﻟَﺎ ﻳُﻌَﺎﺭُﻭﻥَ ﺷﻴﺌﺎ ﻭَﻟَﻮْ ﺩَﺍﺑَّﺔً ﺇﺫْ ﻫﻮ ﻣُﻌَﺎﻭَﻧَﺔٌ ﻟﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﻛُﻔْﺮِﻫِﻢْ ، ﻭَﻋَﻠَﻰ ﻭُﻟَﺎﺓِ ﺍﻟْﺄَﻣْﺮِ ﻣَﻨْﻊُ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴﻦَ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ
"Kemudian aku melihat sebagian imam-imam kami dari kalangan mutakhirin (belakangan) telah menyebutkan apa yang sesuai dengan apa yang telah aku sebutkan. Ia
berkata : "Dan diantara bid'ah yang paling buruk adalah kaum muslimin menyepakati kaum nashrani dalam perayaan-perayaan mereka, yaitu dengan meniru-niru mereka dengan memakan makanan mereka, memberi hadiah kepada mereka, menerima hadiah dari mereka .
Dan orang yang paling memberi perhatian akan hal ini adalah orang-orang Mesir. Padahal Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, "Barang siapa yang meniru-niru suatu kaum maka ia termasuk dari mereka"

bahkan ulama telah ijma (sepakat) akan haramnya ucapan tahniah orang kafir.  telah disebutkan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya "Ahkaam Ahli Adz-Dzimmah", beliau berkata:
ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﺘﻬﻨﺌﺔ ﺑﺸﻌﺎﺋﺮ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﺍﻟﻤﺨﺘﺼﺔ ﺑﻪ ﻓﺤﺮﺍﻡ ﺑﺎﻻﺗﻔﺎﻕ ﻣﺜﻞ ﺃﻥ ﻳﻬﻨﺌﻬﻢ ﺑﺄﻋﻴﺎﺩﻫﻢ ﻭﺻﻮﻣﻬﻢ ﻓﻴﻘﻮﻝ ﻋﻴﺪ ﻣﺒﺎﺭﻙ ﻋﻠﻴﻚ ﺃﻭ ﺗﻬﻨﺄ ﺑﻬﺬﺍ ﺍﻟﻌﻴﺪ ﻭﻧﺤﻮﻩ ﻓﻬﺬﺍ ﺇﻥ ﺳﻠﻢ ﻗﺎﺋﻠﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﻓﻬﻮ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺤﺮﻣﺎﺕ ﻭﻫﻮ ﺑﻤﻨﺰﻟﺔ ﺃﻥ ﻳﻬﻨﺌﻪ ﺑﺴﺠﻮﺩﻩ ﻟﻠﺼﻠﻴﺐ ﺑﻞ ﺫﻟﻚ ﺃﻋﻈﻢ ﺇﺛﻤﺎ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺃﺷﺪ ﻣﻘﺘﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﻬﻨﺌﺔ ﺑﺸﺮﺏ ﺍﻟﺨﻤﺮ ﻭﻗﺘﻞ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﻭﺍﺭﺗﻜﺎﺏ ﺍﻟﻔﺮﺝ ﺍﻟﺤﺮﺍﻡ
ﻭﻧﺤﻮﻩ . ﻭﻛﺜﻴﺮ ﻣﻤﻦ ﻻ ﻗﺪﺭ ﻟﻠﺪﻳﻦ ﻋﻨﺪﻩ ﻳﻘﻊ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻭﻻ ﻳﺪﺭﻱ ﻗﺒﺢ ﻣﺎ ﻓﻌﻞ
"Adapun memberi selamat terhadap perayaan-perayaan kufur yang khusus maka hukumnya haram berdasarkan kesepakatan (para ulama) seperti seseorang (muslim)
memberi selamat kepada mereka (orang-orang kafir) atas perayaan-perayaan mereka. Maka ia berkata "Perayaan yang diberkahi atasmu…" atau "Selamat gembira dengan perayaan ini" atau yang semisalnya. Maka perbuatan seperti ini –kalau pengucapnya selamat dari kekufuran-maka perbuatan ini merupakan keharaman, dan kedudukannya seperti jika ia memberi ucapan selamat kepada orang yang sujud ke salib. Bahkan hal ini lebih parah dosanya di sisi Allah dan lebih di murkai dari pada jika ia mengucapkan selamat kepada orang yang minum khomr (bir) atau membunuh orang lain, atau melakukan zina dan yang semisalnya. Banyak orang yang tidak memiliki ilmu agama yang cukup terjerumus dalam hal ini, dan mereka tidak tahu akan buruknya perbuatan mereka."

Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan mengatakan,
ﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﻳﻘﻮﻝ ﻛﻤﺎ ﺃﻧﻬﻢ ﻳﻬﻨﺌﻮﻧﻨﺎ ﺑﺄﻋﻴﺎﺩﻧﺎ ﻓﻨﺤﻦ ﻧﻬﻨﺌﻬﻢ ﺑﺄﻋﻴﺎﺩﻫﻢ ﻣﻦ ﺑﺎﺏ ﺭﺩ ﺍﻟﺠﻤﻴﻞ. ﻓﻨﻘﻮﻝ ﺇﻥ ﺃﻋﻴﺎﺩﻧﺎ ﺣﻖ ﻭﺃﻋﻴﺎﺩﻫﻢ ﻻ ﺳﻴﻤﺎ ﺍﻟﺒﺪﻋﻴﺔ ﺑﺎﻃﻠﺔ ﻓﻼ ﻧﻘﺮﻫﻢ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭﻻ ﻧﻬﻨﺌﻬﻢ ﺑﻬﺎ
adapun yang berkata "sebagaimana mereka orang kafir mengucapkan selamat di hari raya kita (umat Muslim), maka kita pun mengucapkan selamat di hari raya mereka dalam rangka membalas kebaikan". maka kami (syaikh fauzan) katakan, hari raya kita itu haq (kebenaran), adapun hari raya mereka itu tidak diragukan lagi merupakan bid'ah yang batil, sehingga kita tidak setuju dengannya dan tidak boleh memberikan ucapan selamat.

pendapat yusuf al qordhowi atau lainnya dianggap sebagai khilaf yg tidak muktabar (dianggap/di akui).Alasannya: (seperti kata imam ibnul qayyim), ijma dari para ulama yg dulu telah tetap, jauh sebelum al qardhawi ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar