Rabu, 02 September 2020

Tajsim versi ulama salaf versus Asya’iroh

Tajsim versi ulama salaf versus Asya’iroh

Ulama salaf menetapkan semua sifat allah, memahami apa adanya, dipahami secara dzohir maknanya.

Karenanya ketika menghukumi seseorang terjatuh pada paham tajsim (menyamakan bentuk Allah dengan makhluk), para ulama salaf MERINCI, mereka mengatakan ;

Berkata ishaq bin Rahawaih (Guru imam Bukhori)

إنما يكون التشبيه إذا قال : يد مثل يدي أو سمع كسمعي، فهذا تشبيه. وأما إذا قال كما قال الله : يد وسمع وبصر، فلا يقول : كيف، ولايقول : مثل، فهذا لا يكون تشبيهاً، قال تعالى : (لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
”Tasybih itu hanya terjadi ketika seseorang itu mengatakan : ”Tangan (Allah) seperti tanganku, pendengaran (Allah) seperti pendengaranku”. Inilah yang dinamakan tasybih (penyerupaan). Adapun jika seseorang mengatakan seperti firman Allah : ’Tangan, pendengaran, penglihatan’ , kemudian ia tidak menyatakan : ’bagaimana’ dan ’seperti’; maka itu tidak termasuk tasybih. Allah berfirman : ”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.[Mukhtashar Al-‘Ulluw lidz-Dzahabiy oleh Al-Albaniy (hal. 62)]

Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah berkata :

ومُحالٌ أن يكون مَن قال عن اللهِ ما هو في كتابه منصوصٌ مُشبهًا إذا لم يُكيّف شيئا، وأقرّ أنه ليس كمثله شيء

"Dan tidaklah mungkin terjadi pada orang yang berbicara tentang Allah sesuatu yang ternashkan dalam kitab-Nya disebut sebagai musyabbih, ketika ia tidak men-takyif-nya sedikitpun dan mengatakan tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya” [Al-Istidzkaar, 8/150].

Adz-Dzahabiy rahimahullah berkata :

ليس يلزم من إثبات صفاته شيء من إثبات التشبيه والتجسيم، فإن التشبيه إنما يقال: يدٌ كيدنا ... وأما إذا قيل: يد لا تشبه الأيدي، كما أنّ ذاته لا تشبه الذوات، وسمعه لا يشبه الأسماع، وبصره لا يشبه الأبصار ولا فرق بين الجمع، فإن ذلك تنزيه

"Tidaklah penetapan sifat-sifat-Nya mengkonsekuensikan adanya penetapan tasybiih dan tajsiim, karena tasybiih itu hanyalah jika dikatakan : ‘tangan seperti tanganku’...... Adapun jika dikatakan : ‘tangan namun tidak menyerupai tanganku’, sebagaimana Dzaat-Nya tidak menyerupai dzat-dzat makhluk, pendengaran-Nya tidak menyerupai pendengaran-pendengaran makhluk, dan penglihatan tidak menyerupai penglihatan-penglihatan makhluk, maka itulah yang disebut tanziih” [Al-Arba’iin min Shifaati Rabbil-‘Aalamiin, hal. 104].

Ibnul-Jauziy rahimahullah berkata:
والمشبهة يقولون: لله بصر كبصري ويد كيدي،
“Dan orang Musyabbihah berkata : Allah memiliki penglihatan seperti penglihatanku dan (memilik) tangan seperti tanganku…” [Talbiis Ibliis, hal. 31].

وقد مضت السنة من رسول الله صلى الله عليه و سلم بأن أهل الجنة يرون ربهم وهو من أعظم نِعم أهل الجنة
“Sungguh telah berlalu/tetap sunnah dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya penduduk surga akan melihat Rabbnya, dan hal itu merupakan kenikmatan yang paling besar bagi penduduk surga”.[Musnad Ishaq bin Rahawaih, 3/672; tahqiq & takhrij : Dr. ‘Abdul-Ghafuur bin ‘Abdil-Haqq Al-Balusyiy; Maktabah Al-Aimaan, Cet. 1/1410]

Abu Hatim ar-Raazi berkata: “Tanda ahli bid’ah adalah mencela Ahlul Atsar.” [Lihat Aqidah Abi Hatim Ar-Raazi, hal. 69]

Abu Utsman ash-Shabuni (wafat tahun 449 H) berkata: “Tanda yang paling jelas dari ahli bid’ah adalah kerasnya permusuhan mereka kepada pembawa sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka melecehkan dan menghina Ahli Sunnah dan menamakan Ahli Sunnah dengan Hasyawiyyah, Jahalah, Dhahiriyyah, dan Musyabbihah. Mereka meyakini bahwa hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh dari ilmu, dan ilmu itu adalah apa-apa yang dilontarkan setan kepada mereka seperti hasil akal pikiran mereka yang rusak, bisikan-bisikan hati mereka yang jahat dan gelap, hal-hal yang terlintas dalam hati mereka yang kosong dari kebaikan dan hujjah-hujjah mereka yang tidak berguna. Mereka adalah orang-orang yang dilaknat oleh Allah Ta’ala.” [Lihat Aqidah Ashhabil Hadits, hal. 102]

Ishaaq bin Rahawaih rahimahumallah berkata:

عَلامَةُ جَهْمٍ وَأَصْحَابِهِ دَعْوَاهُمْ عَلَى أَهْلِ الْجَمَاعَةِ، وَمَا أُولِعُوا بِهِ مِنَ الْكَذِبِ، إِنَّهُمْ مُشَبِّهَةٌ، بَلْ هُمُ الْمُعَطِّلَةُ

“Tanda-tanda Jahm dan pengikut-pengikutnya (orang-orang Jahmiyyah) adalah tuduhan mereka terhadap Ahlul-Jamaa’ah, dan betapa senang mereka untuk berdusta, bahwa mereka (Ahlus-Sunnah) adalah Musyabbihah, namun mereka (Jahmiyyah)-lah yang justru Mu’aththilah (orang-orang yang meniadakan sifat-sifat Allah)….” [Diriwayatkan oleh Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 937].

Abul-Qaasim Al-Ashbahaaniy rahimahullah berkata:

فصل فِي الرد عَلَى الجهمية الَّذِي أنكروا صفات اللَّه عَزَّ وَجَلَّ وسموا أهل السنة مشبهة

“Pasal tentang Bantahan terhadap Jahmiyyah yang mengingkari sifat-sifat Allah ‘azza wa jalla dan menamai Ahlus-Sunnah sebagai Musyabbihah” [Al-Hujjah fii Bayaanil-Mahajjah].

وإذا رأيت الرجل يسمي أهل الحديث حشوية، أو مشبهة، أو ناصبة فأعلم أنه مبتدع

“Apabila engkau melihat seseorang yang menamakan Ahlul-Hadiits sebagai Hasyawiyyah, Musyabbihah, atau Naashibah, maka ketahuilah ia seorang mubtadi’” [idem].

فهؤلاء أهل السنة والمتمسكون بالصواب والحق وليس هم بالمشبهة من شبهوا هؤلاء إِنما آمنوا بما جاء به الحديث، هؤلاء مؤمنون مصدقون بما جاء به النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ والكتاب والسنة .

“Mereka, yaitu Ahlus-Sunnah yang berpegang teguh kepada kebenaran dan al-haq, bukanlah Musyabbihah yang melakukan tasybiih. Mereka hanyalah beriman kepada kandungan hadits. Mereka beriman dan membenarkan apa yang dibawa oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Al-Kitaab, dan As-Sunnah” [idem].

Qutaibah bin Sa’iid rahimahullah berkata:

إِذَا قَالَ الرَّجُلُ: الْمشبهة فَاحْذَرُوهُ، فَإِنَّهُ يَرَى رَأْيَ جَهْمٍ

“Apabila seseorang berkata (kepada Ahlus-Sunnah) : ‘Musyabbihah', maka waspadalah, karena ia menganut pendapat Jahm (Jahmiyyah)” [Diriwayatkan oleh Abu Ahmad Al-Haakim dalam Syi’aar Ashhaabil-Hadiits no. 12 dan Ibnu ‘Asaakir dalam Jam’ul-Juyuusy no. 85].

Abu Haatim Ar-Raaziy rahimahullah berkata:

وَعَلامَةُ أَهْلِ الْبِدَعِ الْوَقِيعَةُ فِي أَهْلِ الأَثَرِ، وَعَلامَةُ الزَّنَادِقَةِ تَسْمِيَتُهُمْ أَهْلَ السُّنَّةِ حَشْوِيَّةً يُرِيدُونَ إِبْطَالَ الآثَارِ. وَعَلامَةُ الْجَهْمِيَّةِ تَسْمِيَتُهُمْ أَهْلَ السُّنَّةِ مُشَبِّهَةً......

“Tanda Ahlul-Bida’ adalah mencela Ahlul-Atsar. Tanda orang-orang Zanaadiqah adalah penamaan mereka terhadap Ahlus-Sunnah sebagai Hasyawiyyah karena mereka ingin membatalkan atsar-atsar. Tanda orang-orang Jahmiyyah adalah penamaan mereka terhadap Ahlus-Sunnah dengan Musyabbihah.....” [Diriwayatkan oleh Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 321].

Abu ‘Utsmaan Ash-Shaabuuniy rahimahullah berkata:

وعلامات البدع على أهلها بادية ظاهرة، وأظهر آياتهم وعلاماتهم شدة معاداتهم لحملة أخبار الني صلى الله عليه وسلم، واحتقارهم لهم وتسميتهم إياهم حشوية وجهلة وظاهرية ومشبهة.....

“Tanda-tanda bid’ah yang ada pada ahlul-bid’ah adalah sangat jelas. Dan tanda-tanda yang paling jelas adalah permusuhan mereka terhadap pembawa khabar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam (yaitu para ahlul-hadits), memandang rendah mereka, serta menamai mereka sebagai hasyawiyyah, orang-orang bodoh, dhahiriyyah, dan musyabbihah.....” [‘Aqiidatu Ashhaabil-Hadiits, hal. 102]

*****

Sedangkan Asya’iroh enggan menetapkan semua sifat, hanya sebagian saja yakni Fi'liyah yang ditetapkan (Asya’iroh mutqoddimin), sedangkan Asya’iroh mutaakhirin sama sekali tidak mau menetapkan sifat Fi'liyah. Mereka memang sudah terpecah (antar Asya’iroh) dalam beberapa perkara sejak dahulu, Asya’iroh sendiri banyak perbedaan dengan paham ulama salaf ahlul Hadits yang mengikuti pemahaman para sahabat.

Dalam tajsim, Asya’iroh mengatakan kalau mengatakan Allah diatas maka OTOMATIS TAJSIM sehingga dihukumi mujassimah/musyabbihah. Ini mudah sekali dijumoai di ceramah ceramah dai dai Asya’iroh zaman now di Internet.

Ini menjadi bukti untuk sekian kali, bahwa Asya’iroh dan pemahaman sahabat saling berbeda :

- menetapkan sebagian saja dan menolak sebagian sifat sifat Allâh, padahal siapa yang ingkar pada ayat Allâh bisa kufur

- mentakwil sebagian sifat Allâh, dengan mengganti makna sifat, yang berarti membuang, merubah sifat asal yang ditetapkan Allâh sendiri.

- sebagian pengikut Asya’iroh mengolok olok sebagian sifat Allâh dengan mengolok olok, juga mengolok olok manusia pengikut pemahaman sahabat yang menetapkan semua sifat tanpa tahrif ta'thil takyif tamsil. Mereka terjangkit Jahmiyah yang dikafirkan ulama dahulu.

- Asya’iroh gemar memvonis tajsim setiap orang yang menetapkan sifat allah tanpa menyamakan dengan makhluk. Sedangkan manhaj salaf tidak, mereka merinci jika tangan sama dengan tangan makhluk maka ia mujassimah, tapi jika menetapkan tanpa menyerupakan maka tidak, justru ini yang syar'i.

*****

Ahlusunnah itu berada di tengah tengah antara mereka yang berlebihan dan bermudahan.

Para ulama menyesatkan mujassimah yang sebenarnya, mereka yang benar benar menyamakan bentuk Allah dan makhluk.

Para ulama juga menyesatkan Mu'athilah, yakni mereka yang menolak sifat sifat Allah padahal Allah tetapkan sendiri lewat wahyu/dalil.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar