Rabu, 25 November 2020

Tersingkirnya peran ulama Syafi'iyah Salafi oleh Syafi'iyah Asy'ariyah

Tersingkirnya peran ulama Syafi'iyah Salafi oleh Syafi'iyah Asy'ariyah


Kita ketahui dalam tubuh ulama Syafi'iyah ada ulama memiliki aqidah salaf, mereka terutama ahlul Hadits, sama seperti ulama hambaliyah yang memiliki warisan ilmu ahlul Hadits / Ashaabul hadits disamping menguasai ilmu lainnya. Yang umumnya sekarang dijuluki aqidah wahabi (walaupun ga nyambung) 


Ada juga ulama Syafi'iyah lainnya memiliki aqidah Asy'ariyah, bahkan di masa kerajaan Baibars, Raja Zahir al bunduqdari w 676, mewajibkan kaum muslimin beraqidah Asy'ariyah, dan menetapkan 4 mazhab Fiqh (padahal sebelum ada beberapa mazhab fiqh lainnya, seperti Imam Sufyan Ats Tsauri, Imam Al Auzai, Imam Laits bin Saad dst) 


Al-Allamah al-Maqrizi rahimahullah menyatakan:


فلما كانت سلطنة الملك الظاهر بيبرس البندقداريّ، ولي بمصر والقاهرة أربعة قضاة ،وهم شافعيّ ومالكيّ وحنفيّ وحنبليّ. فاستمرّ ذلك من سنة خمس وستين وستمائة، حتى لم يبق في مجموع أمصار الإسلام مذهب يعرف من مذاهب أهل الإسلام سوى هذه المذاهب الأربعة، وعقيدة الأشعريّ، وعملت لأهلها المدارس والخوانك والزوايا والربط في سائر ممالك الإسلام، وعودي من تمذهب بغيرها، وأنكر عليه، ولم يولّ قاض ولا قبلت شهادة أحد ولا قدّم للخطابة والإمامة والتدريس أحد ما لم يكن مقلداً لأحد هذه المذاهب، وأفتى فقهاء هذه الأمصار في طول هذه المدّة بوجوب اتباع هذه المذاهب وتحريم ما عداها، والعمل على هذا إلى اليوم


“Ketika Raja Zhahir Baibars al-Bunduqdari berkuasa, beliau mengangkat 4 orang qadhi di Mesir dan Kairo, yaitu qadhi Syafi’i, qadhi Maliki, qadhi Hanafi dan qadhi Hanbali. Ini berlangsung sejak tahun 665 H. Sampai-sampai tidak tersisa satu madzhab pun dalam negeri-negeri Islam yang dikenal selain 4 madzhab ini (yakni Hanafi, Maliki, Syafii dan Hanbali, pen) dan aqidah Asy’ari. Dan dibuatkan untuk pengikut madzhab-madzhab ini, madrasah-madrasah, pondok-pondok dan zawiyah-zawiyah di segenap kerajaan Islam. Dan orang yang bermadzhab dengan selain ini akan dimusuhi dan diingkari, tidak diberi jabatan sebagai qadli, tidak diterima persaksiannya dan tidak boleh menjadi khatib, imam masjid, dan pengajar, selagi mereka tidak bertaklid kepada salah satu madzahab ini. Para ahli fikih di seluruh negeri sepanjang waktu, berfatwa atas wajibnya mengikuti madzhab-madzhab ini dan haramnya mengikuti selainnya. Ini terus berlangsung sampai sekarang.” (Al-Mawa’izh wal I’tibar: 3/84).


Setelah sebelumnya juga tersebarnya madrasah nidzomiyah dan masa Sultan Shalahuddin al-Ayubi, maka aqidah Asy'ariyah seakan  aqidah ahlusunnah, maka orang meyakini Asy'ariyah itulah ahlusunnah. 


Padahal didalam Asy'ariyah terdapat kesalahan dalam mentakwil dan mentahrif sifat Allâh, dari yang seharusnya menetapkan secara hakikat dan dipahami secara hakiki tanpa takwil tahrif. 


Al-Allamah Taqiyyuddin al-Maqrizi asy-Syafi’i rahimahullah (wafat tahun 845 H) berkata:


وأما العقائد فإن السلطان صلاح الدين حمل الكافة على عقيدة الشيخ أبي الحسن علي بن إسماعيل الأشعري تلميذ أبي علي الجبائيّ وشرط ذلك في أوقافه التي بديار مصر كالمدرسة الناصرية والقمحية وخانقاه سعيد السعداء في القاهرة فاستمر الحال عليها بمصر والشام وارض الحجاز واليمن والمغرب أيضا لإدخال محمد بن تومرت رأي الأشعري إليها حتى أنه صار هذا الإعتقاد بسائر هذه البلاد، بحيث أن من خالفه ضرب عنقه، والأمر على ذلك إلى اليوم


“Adapun dalam masalah akidah, maka Sultan Shalahuddin al-Ayyubi juga mendorong semua masyarakat untuk memeluk akidah Syaikh Abul Hasan al-Asy’ari, murid Abu Ali al-Juba’i dan mempersyaratkan demikian (untuk dimakmurkan oleh ulama Asy’ariyah, pen) dalam wakaf-wakafnya di negeri Mesir seperti Madrasah Nashiriyah, Madrasah Qamhiyah dan Khanqah (seperti pesantren, pen) Sa’id Su’ada’ di Kairo. Keadaan demikian terus berlangsung di Mesir, Syam, Hijaz, Yaman dan Maghrib juga, karena usaha Muhammad bin Tumur memasukkan pemahaman Asy’ariyah di negeri tersebut. Sehingga keyakinan Asy’ariyah ini menyebar di semua negeri, dengan gambaran bahwa barangsiapa yang menyelisihi keyakinan ini, maka lehernya akan dipenggal. Keadaan ini berlangsung sampai hari ini (masa al-Maqrizi, pen).” (Al-Mawa’izh wal I’tibar: 3/84).


Demikianlah keadaan Madzhab Asy’ariyah yang menguasai semua negeri Islam melalui kekuasaan dan campur tangan pemerintah. Al-Allamah al-Maqrizi asy-Syafi’i rahimahullah menyatakan:


فكان هذا هو السبب في اشتهار مذهب الأشعريّ وانتشاره في أمصار الإسلام، بحيث نُسي غيره من المذاهب، وجهل حتى لم يبق اليوم مذهب يخالفه، إلاّ أن يكون مذهب الحنابلة أتباع الإمام أبي عبد اللّه أحمد بن محمد بن حنبل رضي اللّه عنه، فإنهم كانوا على ماكان عليه السلف، لايرون تأويل ماورد من الصفات، إلى أن كان بعد السبعمائة من سني الهجرة، اشتهر بدمشق وأعمالها تقي الدين أبو العباس أحمد بن عبد الحليم بن عبد السلام بن تيمية الحرّانيّ،فتصدّى للانتصار لمذهب السلف وبالغ في الردّ على مذهب الأشاعرة


“Maka dengan sebab pengaruh kekuasaan inilah, Madzhab Asy’ariyah menjadi terkenal dan tersebar di seluruh negeri kaum muslimin, dengan gambaran terlupakannya dan tidak tersisanya selain madzhab ini, kecuali Madzhab Hanabilah pengikut al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah. Maka mereka (Hanabilah) tetap memegang teguh Manhaj Salaf. Mereka tidak melakukan takwil terhadap sifat-sifat Allah. Hingga sampailah pada tahun 700-an hijriyah, terkenallah di Damaskus dan sekitarnya Syaikhul Islam Taqiyuddin Abul Abbas Ahmad bin Abdul Halim bin Abdus Salam bin Taimiyah al-Harrani (yakni Ibnu Taimiyah). Beliau tampil untuk membela Madzhab Salaf dan getol membantah Madzhab Asy’ariyah..dst.” (Al-Mawa’izh wal I’tibar: 3/104).


Karena sangat menyebarnya ajaran Asy’ariyah di negeri-negeri kaum muslimin semenjak masa Madrasah Nizhamiyah, maka para ulama Syafi’iyah yang masih konsisten dengan akidah Salaf dituduh dan dicap ‘telah menyelisihi ijma’ jaman itu.

Contohnya adalah kejadian yang menimpa al-Qadhi Abu Bakar al-Hamawi (wafat tahun 488 H) rahimahullah dari kalangan Syafi’iyah. Al-Imam Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah berkata:


وما أحسن ما قال أبو بكر قاضي القضاة الشامي الشافعي، لما عقد له مجلس ببغداد، وناظره الغزالي، واحتج عليه بأن الإِجماع منعقد على خلاف ما عملت به، فقال الشامي: إذا كنت أنا الشيخ في هذا الوقت أخالفكم على ما تقولون، فبمن ينعقد الإجماع؟ بك، وبأصحابك؟ هذا مع مخالفة فقيه الإِسلام في وقته الذي يقال: إنه لم يدخل الشام بعد الأوزاعي أفقه منه

“Sungguh indah perkataan al-Qadhi Abu Bakar al-Hamawi asy-Syami asy-Syafi’i (telah berlalu kisah beliau) ketika dibuat majelis khusus untuk mengadili beliau (karena ke-salafi-an beliau, pen) di Baghdad. Beliau diajak bermunazharah oleh al-Ghazali dalam majelis tersebut. Al-Ghazali berhujah bahwa Ijma’ para ulama jaman tersebut telah menyelisihi akidah yang dipegang oleh al-Hamawi. Maka al-Hamawi menjawab: “Jika aku -di waktu ini- menyelisihi pendapat kalian, maka dengan alasan apa itu bisa disebut ijma’? Apakah (ijma’ dibuat) hanya berdasarkan kesepakatan kalian dan teman-teman kalian (yang seide)?” Ibnu Rajab berkata: “Padahal yang menyelisihi ijma’ al-Ghazali (yang mewakili Asy’ariyah, pen) adalah Faqihul Islam di masanya (yakni al-Qadhi Abu Bakar asy-Syami, pen). Dan dikatakan bahwa belum pernah ada ahli fikih yang memasuki Syam yang lebih alim dari al-Hamawi ini sepeninggal al-Imam al-Auza’i.” (Dzail Thabaqatil Hanabilah: 191).



Bacaan Lainnya 


https://maktabahabufateema.blogspot.com/2020/11/ulama-syafiiyah-asyariyah-ternyata.html

https://maktabahabufateema.blogspot.com/2020/11/akhir-kehidupan-pengikut-asyariyah-yang.html

https://maktabahabufateema.blogspot.com/2020/11/sebelum-abbasiyah-runtuh-asyariyah.html

https://maktabahabufateema.blogspot.com/2020/11/debat-syafiiyah-wahabi-vs-syafiiyah.html

https://maktabahabufateema.blogspot.com/2020/11/penilaian-ibnus-subki-rohimahumullah.html

https://maktabahabufateema.blogspot.com/2020/11/dalil-lemah-asyariyah-dan-tuduhan-salah.html

https://maktabahabufateema.blogspot.com/2020/11/dahulu-manhaj-salaf-dikenal-dengan.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar